Ketika Aku Tak Bisa Tidur

:kau yang kutemui di sela senja itu

aku tahu ini sudah malam --dinihari bahkan
tapi yang kuingat malah senja, sejewantah
siluet meredup-nyala pertemuan kita.
tapi tetap saja ini malam, dan terlalu cepat
untuk senja memerah pipinya kupuji-puja
sekarang. pun itu karena kau ada. ada karena kau.

aku ingin tidur, sebab aku mengantuk. hanya
ada yang menyalak di bawah bantalku yang
botak, seolah tak sudi untuk kepala diletak.
lalu kuangkat bantalku, ada rindu meringkuk
seperti janin di rahim ibu. janin usil yang merubah
jenis kelaminnya tiap lima menit waktu. rindu
mungil nan gempal, rindu yang tak mampu
kutahan; untuk kucubiti pelan-pelan

rindu itu mendadak berteriak. macam merak
dicolek-goda sekelompok gagak yang bersaing
dengan setengger jalak. hingga riuh begitu
meledak. pekik mengacak kantung mataku
yang remang. aku jadi rindu suaramu, rindu
apa-apa tentang kau. kudamba.

aku ingin tidur, tapi waktu masih saja berjalan
seperti langkah kakimu yang menyisa jejak
di mataku. menyisa waktu yang berceceran
dan kuhitung-hitung; satu rindu, dua rindu
satu waktu, rindu berlalu, tiga rindu, em...
...zzzz....



===
Malang, 17102010, 02.36 WIB
Andi M E Wirambara
(dengan mata yang menyipit)
READ MORE - Ketika Aku Tak Bisa Tidur

Yang Sedang Membicarakan Rindu (puisi kolaborasiku bersama Timur Matahari)

/1/
kepada rindu kutelan tempuh pada sekian utara. matahari ikut-ikutan melaju ke utara. panas merepih aku, keringat menjadi batu. batu jadi panas.

kepada beku kelu yang rapat dikulum senyum, sekian aku menutup katup rapat bayang-bayang yang usang, kepada asing yang mengerang.

katup itu, masih tak kuat. bayang semakin lindap, ia lenguh. maka kurapal setiap waktu yang merumbai-rumbai, melipat-lipat rindu. menyumpal resah yang menyembilu.

/2/
nun di ujung lautan, yang menari menarilah, yang bernyanyi bernyanyilah, sebelum kita karam ke dalam karang, sebelum kita mati ditimpa pelangi, akulah, yang ingin kau tak menjadi sekedar, akulah, yang ingin kembali ke pelukan.

dan tiada rasa, rindu menjadi hening. hening yang kuayun lalu menggerincing. mendengungi daun-daun, mengaluni sebentuk senyum yang lalu membongkah selaik kapas-kapas. menyapu tetes harap yang retas.

/3/
sampai ini kita melafal rindu dalam lafadz yang tidak begitu kita mengerti, kadang kau menjadi hanyut ditubuhku yang alir, dan terkadang kau harus menjadi serpih pasir ditubuhku yang pantai, kita mengerdil diri dalam pasung tubuh yang kadang tak acuh, ah. aku semakin lelah menjengukmu sayang, apalagi ziarah kedalam lautanmu yang semakin kabut.

lalu apalah di balik ombak-ombak itu, di sana aur mengapung, seperti ingatanku jatuh pada lesung yang santun. ah, lupakan laut, sayang. sebab aku takut rindu tak akan pernah mau berhenti membenam. dalam.
demi kata, aku sudah sering

tenggelam.


===
Indonesia Raya, 2010
Andi M E Wirambara – Saswadana Bambang Harahap
READ MORE - Yang Sedang Membicarakan Rindu (puisi kolaborasiku bersama Timur Matahari)

Ini INDOnesia kaMIE

ini Indonesia kami, baca saja di bungkusan
tempat kami menyimpan masa kecil, ketika
dinasehati untuk mengerti
apa itu nutrisi

ini Indonesia kami, hal yang takkan kami lupa
di tiap perjalanan. di sela bermacam perjuangan
dan segala hadangan yang hadir seolah-olah
takdir yang takkan pernah berubah

ini Indonesia kami, dicintai anak negeri dan pelajar
pun dicinta perantau yang belajar untuk bersabar
menanti
tanggal-tanggal yang sakral

ini Indonesia kami, bisa berlagu dan bernyanyi-nyanyi
menggubah kreatifitas dan seni. penuh instrumental
yang mampu buat orang jadi pemimpin. tempat jutaan
rakyat menanti perubahan

ini Indonesia kami, tempat diajarkan
bagaimana jadi dermawan
longsor, gempa dan macam bala meluruh
sekian airmata dan masa depan. Indonesia kami
siap untuk melakban setiap harap dan doa ke dalam
kardus dan dilontar dari langit --ke tenda pengungsian--

apa yang kalian takuti, dari
Indonesia kami?

teroris itu cerita yang sungguh lain
Indonesia kami tidak merusak apalagi
mengganggu kesehatan dan ketentraman
cukup sedikit daya tahan;
Indonesia kami aman!


==
Malang, 13102010
Andi M E Wirambara (seraya merebus air di dapur)
READ MORE - Ini INDOnesia kaMIE

Kelas Tadi Pagi


"dalam rangka otonomi daerah, regulasi
berdasar pada peraturan daerah"


aku tak dengar, lebih-lebih untuk
memperhatikan. di ruang kelas, sekian
mulut menganga, membuat teorika yang
menggaung di telinga. seperti aku tengah
dengar namamu menggema-gema di dada

mendadak, buku menatapku sinis. berbeda
sungguh dengan kilat pandangmu yang manis
aku acuh saja, memijati pelipis --yang tak kutahu
ternyata begitu tipis. seolah meniru-niru rindu
milikku di sudut-sudut kian waktu kian kikis.

aku meruncingkan pensil. mencelupkan ujungnya
pada mata mata buku yang menatapku. ia lalu
menangis --keluar darah. aku membuka bukunya
meemukan puisi yang kuberi judul dengan namamu
yang perlahan luntur, seperti darah, seperti airmata
yang mengucur

di depan, papan tulis membisik isyarat, agar aku
terus mencatat apa saja yang kuingat. mengalihku
dari rindu cekat;

"dalam rangka mempelajari wewenang pemerintah
aku tak mengerti apa-apa soal aktivitas daerah. seperti
mereka takkan paham soal rindu yang
berdarah-darah."


=====

Malang, 15102010
Andi M E Wirambara
READ MORE - Kelas Tadi Pagi

Sedikit yang Menyembul di Permukaan Malamku

/1/
Malam-malam oktober memang cukup mengherankan. Wangi hujan yang pensiun pelan-pelan, kantuk yang suka lupa bertandang. Dan aku dibiarkan menyentil-nyetil kelopak mataku sendiri, darisana berguguran rindu. Aih, rindu lagi. Aku mengacak-acak rambutku sendiri, rontoklah luka yang cukup gatal ternyata.

/2/
Kuakui saja. Jika tak bisa tidur aku selalu mencopoti kedua bolamataku, memutar-mutar hitam bulatannya seperti menggeser slide, lalu seolah mematut-matut benua pada globe yang banyak meluput sekian pulau. Aku temui rambut hitammu, yang panjang dan halus seolah berubah menjadi perosotan tempat aku bermain-main dengan kenangan. Lalu aku lelah, terpulas di sana, tak peduli sibak tanganmu sewaktu-waktu mengebas-ngebas.

/3/
Pernik, pijar mungil-mungil
Engkauhkah?

Aku tahu kau bukan kunang-kunang. Namun ada cahaya yang begitu ramah, begitu menggoda tuk kujamah. Namun waktu terasa lindap. Dan cahaya kian surut. Kian larut.

/4/
Selayaknya turnamen sepakbola, ada yang siap saling membaca jika dua kubu saling bersitatap. Aku juga begitu. Hanya aku tak punya agenda untuk menanda kapan suatu debar akan tiba-tiba menampar dada. Jangan heran, aku tak siap jika harus menolaknya. Jangan pula ajak aku saling baku. Aku hanya tahu suatu pertaruhan, mempertaruhkan rindu. Lalu kita lemparkan uang logam yang sisinya --ternyata-- tak ada yang berbeda. Rindu semua.

/5/
Kalau aku mengagumimu, bersiaplah untuk kucintai. Selalu ada jalan ke roma, tapi tidak untuk ke Cordoba. Seperti halnya kau dan hatimu yang mampu kutempuh dari sekian penjuru. Kanan-kiri perjalanan mempesona sungguh, aku mencinta kemudian. Hanya sampai sekarang --di mana pintunya-- aku masih tak tahu.

/6/
Aku rindu
Dengan segala
Kepurbaan yang kujaga


===
Malang, 13102010
Andi M E Wirambara
READ MORE - Sedikit yang Menyembul di Permukaan Malamku

Sepuluh Menit Lalu

sepuluh menit lalu, bidadara. aku baru saja menyeka tawa, menyimpannya lagi di kelenjar mata. sebab ada yang sempat jatuh di sela gelakku, berdenyut-denyut hangat. tak ada yang bisa kutanya itu apa, desir daun-daun melagu dengkur, angin-angin lepur, goyangan rumput pun, bersama hentak-glamor yang mengangguk telah berbaur. ini memang tengah malam, dan kantungmataku kian hitam seharian menampung ketimpangan.

denyut-denyut itu kian memerah, bidadara. aku takut ia pecah lalu menyemburat ilat, gelimpangan hasrat, pula kebodohan yang menggeliat. barangkali memang aku perlu kau, bidadara. bulu-bulu matamu dapat jelma menjadi kelir yang menyulap gerah jadi semilir, atau mewarna bolamatamu sendiri menjadi safir. kali-kali saja bisa kau kuas denyut-denyut itu jadi biru, jadi haru, jadi setenang desir randu.

bidadara, di mimpi saja, kunanti kau menjawabnya. denyut-denyut itu kusimpan di balik bantalku, di bawah kepalaku --yang sarat rela.
semoga saja
semoga
kedatanganmu --bidadara ialah setekuk kabar
denyut-denyut itu ialah rindu yang
selalu ada

seperti biasa


==
Malang 2010
Andi M E Wirambara
READ MORE - Sepuluh Menit Lalu

Sang Merak

kokoh sayap menggetar dindingdinding langit
menggelora pekik meredup warna pelangi
sang Merak gagah bertengger
mewarna corak-corak hari

oh!
sang Merak kini benar ke langit
menjejak rona muda perkasa
wasiatkan kobaran hidup,
kian membara

padamu sang Merak
bertunduk kami bersalam doa
niatkan kukuh meminjam helai bulumu
untuk rangkai sayapsayap kami
ikuti mekar sayapmu

hingga kau tersenyum
dan pinta kami mengadah corakcorak sayapmu
cerahkan semesta

================
Palangkaraya, 06 agustus 2009
Tribute to W.S.Rendra
READ MORE - Sang Merak

Kau Akan Tahu

pada saatnya, kau akan tahu jika aku rindu
jarum jam ragu-ragu menggeser diri
tak lagi tak, tak lagi tik
pelan menada diri seperti pianis
yang begitu ahli mencumbu ritmis

jika rindu mengendap, teh di gelasku lindap
pahit tak sekedar merayap pada kerongkongan
yang kering, merindui kerling seperti rindu suling
pada sawah-sawah kuning sementara bening
teh di gelasku kian dingin
menagih seruputan, namun masih pahit
maka kukeluarkan wajah manismu yang masih
kusimpan di dadaku, lalu celupkannya
pada genang teh di gelasku itu

dan kau akan tahu ketika aku rindu
serupa kubangan seusai hujan
tabah tak lagi menyilakan
sebuah enggan
READ MORE - Kau Akan Tahu

Matahari Terlampau Tenggelam

senja, lagi-lagi terlelap telah
lepas, ganjal sesayat mata
mengabur rintik yang
tak sengaja menitik
tiada tahu ombak
hendak menangkup
menengadah waktu di sela
celah terumbu yang kesepian
berkisah betapa hidup
tak sekedar berpura mengusap
mata yang terlilip debu-debu

anemon, alunan gitar plankton
meritual buih, bersaksi atas
matahari yang letih,
tergelincir begitu jauh
begitu tenggelam hingga nanti
senja terbangun
waktu dan seterbit kisah
begitu sepi sudah

--

malang, 02102010

Andi M E Wirambara
READ MORE - Matahari Terlampau Tenggelam