Semestaku telah redup dan bergoncang sejak malam itu. Dan sayup lembut suaramu yang keluar dari rona bibir yang selalu buatku hendak menggigitnya lembut, masih mengiang memantul-mantul pada ruang tempurungku dimana sang otak kian menciut tanpa senut. 

sebab aku kini adalah bumi tanpa satelit, awan tanpa langit, gerah tanpa angin, gelap tanpa mentari...Andai kau mengerti, dirimulah khalifah yang seharusnya manjakanku dalam jantung waktu yang selalu berputar sama... 

Kuucap padamu, padamu, malam itu.."Sayang"..... 

Tak dengarkah ? sudah jujur kukatakan. Dan rintik malam itu saksi yang menari-nari bergantian menyentuhku dan menyentuhmu mulai dari helai rambut yang seinginnya kubelai. Menitik kurang ajar pada dada yang kujanjikan kelak takkan tersentuh brengsek biadab. Serta mengalir pelan pada wajah manismu yang sepatutnya kuusap dari air mata langit yang tak henti mengerenyit.... 

Ah... Kau alihkan dengan candamu, senyum menggemaskan...dan diam...tersenyum...menatapku..tersenyum..dan diam lagi..kutangkap lirikanmu..senyum lagi..dan masih..diam... 

sementara tetes hujan liar mengalir puas menjalar padamu.. 

"Apa kau tak kedinginan..?" Sementara angin mencoba membekukan jantungku yang sejak tadi berdegup takut, berdegup ragu, berdetak tak tentu irama. Kupelukkan mantel pada tubuh yang bola matanya tak jelas menatap air yang mencari wadah dipermukaan tanah. 

Ayolah..kau adalah rima dalam asa, berulang mengembang dan memutus harap. Tanpa kau sadari hatiku sudah pasrah untuk kau koyak. 

................ 

Dan ini kali ketiga kau menolak untuk berteduh. Takutkah tuntut yang mungkin kuunduh ? Dan suaramu hangatkan aku yang sudah serasa mati beku " Terima kasih menemani ". Ku tersenyum diam untuk menantinya berucap untuk menjawab segala yang telah kungkap padanya. 

Aku mahkluk keras kepala yang siap setia menanti, mengawangmu hingga ke nirwana mimpi. 

Dan telah kutemani kau tiba pada pelepas jejak. membiarkanku pilu dalam ragu. Tanpa setitik yang kau jawab. Aku menunduk berlalu. samar kulihat senyum sendumu, tak kuragu engkaulah yang kupilih, kukejar. 

Aksaramu pada ponselku masih mengawang terima kasih. Ucap yang tak kuperlu karena semua kulakukan demimu. Lagi-lagi tanpa jawab, dan kukirimkan bait ini padamu : 

RINTIK MALAM 

tak ada bulan bersiul malam itu 
yang hadir alunan rintik teratur 
suaramu sayup 
syahdu kudengar merdu 

matamu lugu 
ku memandang hangat 

kumohon, ingat bagaimana bergetar bibirku berucap 
nafas-nafas dingin bernada beku 

dengarkah ? 

"tak lama kupinta lagi dengan jelas helai hatimu dalam secarik rasa saat bibir pucat ini tak lagi gemetar" 

................. 

detik ini pun masih kunanti...