Aku terkadang tak henti melambung mimpi-mimpi yang spontas terlintas kala bola-bola mataku terekat akanmu. Semerta menggoda reflek untuk melukiskan dalam kata-kata, bait, pula metafora yang berkepak lembut. Segurat nafas-nafasmu mengurut sebaris senyum yang kulengkungkan dalam oretku, hingga terangkai saja nadi-nadi menandai tertiupnya sebongkah nafasku ke dalamnya. Dengan begitu, kuharap kau merasakan denyut nyawaku saat kau membacanya.

Ini adalah securah dariku tentangmu, terserah jika kau anggap ini secarik surat cinta untukmu.

Sesungguhnya ini tak berlebihan, bukan? Kau yang begitu paham segila apa diriku terhadapmu tentu akan mengangguk diam, mengerti. Bahwasanya aku telah merogoh hati dalam-dalam, mendapati secarik rasa yang berujung pada asa. Asa untuk bersamammu, merengkuhmu hatimu, selalu.

...

Dan tentu masih banyak yang belum kau tahu, asaku ini dalam, sangat. Kau akan lelah menelusur ke dalamnya.

Suatu yang samar untuk kupahami. Entah sejak kapankah kau begitu mudah kutempatkan dalam luas ruang pikirku? Duduk manis pada sisi utama jejaring otakku hingga tiap saat selalu saja terproyeksi bayang-bayang, fana. Bukankah aku hanya sedikit merasa suka padamu? Ya, hanya sedikit (mungkin). Dan sekarang perlahan menyesakku, peluh terhirup. Ah, tak kupeduli, toh aku tak berniat mencari pencaharnya, sebab ini kunikmati semati-matinya.

Andai dirimu mengerti, saat menemukanmmu aku adalah gelap yang terus meredup dan mewanti mati, tenggelam dalam kelam yang kian dalam. Dan hadirmu, perlahan menyusut kerling piluku, merajut jentik-jentik harapku dan kau cerahkan lagi. Kusebut saja kau malaikat, atau mungkin bidadari.. Bagaimanapun pantas tersemat untukmu, setidaknya bagiku. Sebab pijarmu menitik gelap yang menyelimutiku, menghangatku yang menggigil di sana.

...

Aku ingin membelaimu kala itu, mendekap, perlahan ke dekapmu, dan kukecup. Serta diam-diam kucabut sayap yang mekar di punggungmu, buat bulunya berserakan, kupunguti, dan kusembunyikan rapat-rapat. Tak lain agar kau tak lepas dariku, dari dekapku dan tak kembali ke awangmu di langit sana.

Aku menyadari, tak seharusnya harap kuambungkan setinggi-tingginya. Sebab kita begitu berbeda, dan itu nyata, sebab tak mungkin aku menumbuh sayap untuk mengikutimu terbang kemanapun. Tapi yang ku daya, tak mungkin aku semerta mendusta hati. Bagaimanapun, aku masih bisa menyimpan helai sayapmu, kubawa dalam tidur, dan aku akan terbang menemuimu, dalam mimpi tentunya.

Kau malaikat, dan aku..mungkin hanya seutas keparat.

...

Amor mengusap romansaku, memaksa untuk jujur pada diri. Aku begitu merekah, sejak mengercap bayang madu pada bibirmu, manis. Pula gemintang di bola matamu, kilaunya. Tak pelak, kuucapkan saja. Aku menyukaimu, sebuah tuntutan gejolak rasa yang kian berdesak membuncah keluar. Aku menyukaimu, bukan sepilin ikrar yang sungguh semu. Kau boleh membongkar isi kepalaku, isi hatiku, pula rongga nafasku. Tapi tetap, tak ada yang istimewa dan takkan kau temukan apapun. Karena kau hanya seperti bercermin saja di sana. Ya, semuanya terisi penuh olehmu, dan dirimu. Itu saja.

Satu yang kuharap bisa kau pahami, selarik tanya dariku. Seberapa indah kau rasakan, kala kau lontarkan saja manis kata dariku ke puing-puing sendumu, hingga tergeletak di sudutnya. Sudut yang membatas jurang yang tak nampak dasarnya, menuntunku untuk memungutinya sendiri lalu kau mendorongku hingga lenyap saja dari pandangmu? Dan aku mengumpat kau kehilangan sayapmu yang putih itu, lalu kau terjatuh, dan menangis. (Namun kutarik umpatku, sendiriku tak sanggup saksikan malaikat menitik tangis).

...

Meski begitu, bersayap atau tidak, malaikat tetap malaikat. Putih raga dan batinnya, mata pula hatinya. Sepertimu, mungkin.

Tak tahu pasti, bagaimana asa pula rasa ini bisa menyapaku, perlahan atau mendadak, dari mata maupun senyum. Yang jelas, semua tumbuh begitu saja. Kau yang kusukai, yang takkan mampu kuhanyut dalam benci. Kian waktu kian mekar, bersahut bersambut nanar. Terkutip nelangsa mengabur pinta, sukma merekah memetik randu alas. Aku menyukaimu, sebesar apapun kelopak mawar yang kau semat pada malaikatmu, sehujam apapun aku kau buat campak.

Malaikat,
Tahukah? Aku tak henti merindukanmu, dan helai sayapmu yang sempat kusimpan, kusemat dalam dekap malamku, selalu kubawa dalam tidur.

........Untukku memimpikanmu..........